Panyeppen.com- Setiap harinya, kehidupan manusia terus disuguhkan dengan berbagai macam informasi. Mulai dari kehidupan sosial sampai pada yang paling esensial, meski luput dari liputan dan pemberitaan. Bahkan, maraknya informasi dan berita yang diterima tidak dapat dibedakan antara yang baik dan tidak baik. Hal ini ditambah dengan berkembang pesatnya teknologi digitaliasi yang setiap harinya semakin membawa ke arah yang jauh dari peradaban dan khazanah keilmuan, sehingga membuat penggiat media dengan mudah mencatut informasi yang belum jelas akan keabsahannya. Parah nya hal ini tidak hanya terjadi di dunia maya, tapi juga berlangsung pada kehidupan nyata.

Manusia dengan segala kemampuan pola pikirnya dengan mudah mendapatkan berita dari berbagai arah, bukan hanya menjadi subyek pembaca, tapi juga ambil bagian menjadi penerus mata rantai dari berita yang didapat. Tanpa mengoreksi benar tidaknya berita yang didapatkannya. Acap kali berita yang didapatkan langsung ditelan mentah-mentah tanpa difilter terlebih dahulu. Bahkan, tidak jarang ketika mendapati berita menakjubkan dan menguntungkan dengan mudahnya akan langsung diframing ke dunia nyata sebagai khabar penting yang seakan-akan wajib dikonsumsi publik. Padahal, yang mereka maksud belum tentu valid kebenarannya. Miris jika yang jelas-jelas berita hoaks dan tidak benar masih saja digoreng.

Meski demikian, terkadang mereka masih saja berdalih “terimalah yang baik meskipun itu tidak benar”. Konsep pemikiran seperti itulah yang sering menjadikan manusia terlena dengan kebohongan. Mengaggap kebaikan bisa dibuat-buat meski dengan cara yang salah. Ini salah mesti diluruskan. Kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik bukan sebaliknya.

Beberapa waktu lalu ada pesan berantai di media sosial mengabarkan bahwa salah satu Alm. Kyai yang baru saja menghadap sang Kholiq, telah mendapatkan tempat terindah disisiNya. Ternyata setelah diklarifikasi pada salah satu keluarga dhelem berita itu tidak benar. Bahkan, sekalipun benar sudah seyogyanya manusia dengan karunia akal yang sempurna menjadi penggiat media yang cerdas dan baik dengan selalu mencari kebenaran dan keabsahan dari berita yang didapat. Sehingga bisa membedakan mana berita yang benar dan mana yang tidak atau hoax.

Jika diibaratkan, sebuah berita yang setiap saat datang silih berganti itu, seperti buah mangga yang siap dipanen (dimakan). Buah mangga tersebut tentu tidak semuanya matang dan bagus, adakalanya buah itu busuk dan kemudian menular dan menjangkit pada buah mangga yang lain. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh pemilik buah mangga adalah mengambil buah yang baik dan matang tersebut kemudian ditelakkan pada keranjang yang telah disediakan untuk dikelupas kulitnya lalu dikonsumsi. Atau, memetik buah mangga yang busuk untuk selanjutnya dibuang.

Sama halnya dengan pikiran manusia, seyogyanya memilah dan memilih dahulu berita yang didengar, lalu ditinjau kebenarannya. Apabila sudah benar, diambil lalu diteruskan kepada yang lain jika mengandung kebaikan dan kemamfaatan. Jika salah dan merupakan berita hoaks maka lebih baik ditinggalkan. Begitulah seharusnya.

Sekali lagi, kuncinya adalah pola pikir. Jika selalu disuguhkan dan senantiasa mengkonsumsi hal-hal yang positif, maka pasti yang keluar dari lisan adalah ucapan dan ungkapan yang positif juga. Begitu juga sebaliknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *